Penjelasan tentang ASI Perah, Bunda harus Tahu!
Bidan.info. Ada manfaat-manfaat yang hilang dari air susu ibu ketika ia diperah dan melalui proses pendinginan serta pemanasan.
Pola kegiatan perempuan yang tak lagi hanya mengurus dapur, sumur, dan kasur, mempengaruhi pergeseran pengasuhan anak. Selain memberi susu formula, ada juga ibu pekerja yang memilih memberikan Air Susu Ibu (ASI) dengan cara memerah dan menyimpannya di botol. Cara ini adalah solusi bagi ibu yang kesulitan menyusui secara langsung karena tak punya kesempatan bersama anak setiap waktu.
Tempat bekerja yang tidak mengakomodasi kebutuhan ibu menyusui menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan menyusui. Para ibu pekerja terhalang pendeknya cuti kerja, waktu istirahat, kurangnya dukungan tempat kerja, tidak cukup waktu, tidak ada ruangan memerah ASI, serta pertentangan antara mempertahankan prestasi kerja dan produksi ASI. Padahal, Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan 57 persen tenaga kerja di Indonesia adalah wanita.
Di Amerika Serikat, praktik menyusui dengan ASI perah berkembang. Data The Infant Feeding Practice Survey menunjukkan sebanyak 85 persen ibu-ibu di sana sesekali memerah ASI. Sebanyak 25 persen rutin memerah ASI tapi masih dibarengi pemberian ASI langsung, dan 6 persen hanya memberi anaknya ASI perah lewat botol.
Ada kekurangan yang muncul jika bayi hanya diberi ASI perah: kontak fisik. Bayi jadi tak memiliki momen khusus bersama ibunya.
“Marak para ibu melakukan eksklusif [lewat] pumping, tapi mereka tidak tahu kerugiannya,” kata dr. Utami Roesli, SpA, IBCLC, FABM, spesialis laktasi.
Ketua Sentra Laktasi Indonesia ini mengatakan terdapat kekeliruan pemahaman di kalangan ibu Indonesia. Pemberian ASI yang sudah dipindahkan ke dalam botol tidak bisa dikatakan sebagai ASI eksklusif. Sebab, ASI eksklusif hanya berlaku untuk para ibu yang juga menyusui anaknya secara langsung.
Memberikan ASI secara langsung, lanjutnya, memberikan keuntungan tak hanya bagi bayi. Dampak itu juga baik buat ibu, yakni untuk menyeimbangkan hormon pasca-persalinan. Secara jangka panjang, menyusui berdampak pada kesehatan mental anak.
“Kalau hanya kasih ASI perah, ibunya tidak dapat keuntungan,” ujarnya.
Pernyataan dokter Tami diperkuat dengan pembahasan American Journal of Clinical Nutrition. Ibu yang menyusui anaknya memiliki keseimbangan hormon lebih baik. Sementara, bayinya dapat dua manfaat sekaligus, yakni kenyang dan nyaman.
Bayi yang disusui secara langsung cenderung lebih aktif pada hari ketiga pasca-persalinan. Tak hanya itu, setelah pemberian ASI langsung selama 4-9 bulan, tingkat kecerdasan mereka juga lebih tinggi.
Dampak ASI Perah
Salah satu dampak baik dari menyusui adalah mengajarkan insting “makan” kepada bayi. Dengan ASI langsung, bayi diberikan pilihan untuk berhenti makan saat merasa kenyang. Sementara itu, pemberian ASI lewat botol cenderung mendorong bayi menghabiskan isinya.
Li R. dkk melakukan analisis tentang dampak pola makan pada 1.250 bayi. Para bayi ini dibedakan menjadi tiga kategori, yakni bayi yang disusui langsung, bayi yang disusui dan diberi ASI botol, serta bayi yang hanya diberikan ASI botol.
Hasilnya, bayi yang diberi susu dalam botol, entah isinya susu formula ataupun ASI perah, punya kemungkinan lebih besar menghabiskan isi botolnya dibandingkan anak-anak yang disusui secara langsung. Peneliti menengarai bayi yang dilatih menggunakan botol sejak dini jadi terbiasa atau terlatih untuk menghabiskan makanannya.
Pada penelitian lain, Li R. juga mengungkapkan bayi yang diberi makan melalui botol berpeluang mengalami obesitas. Rata-rata 71-89 gram lebih banyak dibanding bayi yang disusui langsung.
Praktik pemberian ASI ternyata juga berpengaruh pada pertumbuhan susunan gigi. Bayi yang disusui lebih mungkin terbebas penyakit karies. Karies merupakan kerusakan pada struktur jaringan keras gigi (email, dentin) karena asam yang dihasilkan oleh bakteri pada plak gigi.
ASI Perah Boleh, Tapi Jangan Lewatkan Menyusui Langsungshare infografik
Kemungkinan cross-bite—gigi atas dan gigi bawah tersusun berlawanan dari susunan normal yang tepat—juga lebih rendah pada anak yang diberi ASI dibandingkan anak yang disusui lewat botol.
Terakhir, yang terpenting adalah pemberian asi perah dalam botol dapat mengurangi sistem imunitas pada anak. Mereka secara signifikan memiliki kemungkinan mengalami batuk karena penyimpanan ASI menghilangkan sifat menguntungkan ASI.
ASI yang dibekukan setelah diperah, bisa memecah sel imun dan lipid, meski tidak mempengaruhi protein antimikrobanya. Pendinginan mengurangi konsentrasi asam askorbat dan aktivitas antioksidan. Selain itu, pencairan dengan memanaskan ASI sangat tidak disarankan karena menurunkan secara drastis unsur zat anti-infeksi pada ASI.
Tentu saja urusan menyusui—entah dengan ASI langsung, memerah ASI, maupun susu formula—menjadi keputusan tiap-tiap orangtua untuk anak yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Namun, ketika ada kesempatan, ada baiknya bayi yang secara rutin disusui dengan ASI perah maupun formula juga dibarengi pemberian ASI secara langsung.
Sumber : tirto.id
Pola kegiatan perempuan yang tak lagi hanya mengurus dapur, sumur, dan kasur, mempengaruhi pergeseran pengasuhan anak. Selain memberi susu formula, ada juga ibu pekerja yang memilih memberikan Air Susu Ibu (ASI) dengan cara memerah dan menyimpannya di botol. Cara ini adalah solusi bagi ibu yang kesulitan menyusui secara langsung karena tak punya kesempatan bersama anak setiap waktu.
Tempat bekerja yang tidak mengakomodasi kebutuhan ibu menyusui menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan menyusui. Para ibu pekerja terhalang pendeknya cuti kerja, waktu istirahat, kurangnya dukungan tempat kerja, tidak cukup waktu, tidak ada ruangan memerah ASI, serta pertentangan antara mempertahankan prestasi kerja dan produksi ASI. Padahal, Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 menunjukkan 57 persen tenaga kerja di Indonesia adalah wanita.
Di Amerika Serikat, praktik menyusui dengan ASI perah berkembang. Data The Infant Feeding Practice Survey menunjukkan sebanyak 85 persen ibu-ibu di sana sesekali memerah ASI. Sebanyak 25 persen rutin memerah ASI tapi masih dibarengi pemberian ASI langsung, dan 6 persen hanya memberi anaknya ASI perah lewat botol.
Ada kekurangan yang muncul jika bayi hanya diberi ASI perah: kontak fisik. Bayi jadi tak memiliki momen khusus bersama ibunya.
“Marak para ibu melakukan eksklusif [lewat] pumping, tapi mereka tidak tahu kerugiannya,” kata dr. Utami Roesli, SpA, IBCLC, FABM, spesialis laktasi.
Ketua Sentra Laktasi Indonesia ini mengatakan terdapat kekeliruan pemahaman di kalangan ibu Indonesia. Pemberian ASI yang sudah dipindahkan ke dalam botol tidak bisa dikatakan sebagai ASI eksklusif. Sebab, ASI eksklusif hanya berlaku untuk para ibu yang juga menyusui anaknya secara langsung.
Memberikan ASI secara langsung, lanjutnya, memberikan keuntungan tak hanya bagi bayi. Dampak itu juga baik buat ibu, yakni untuk menyeimbangkan hormon pasca-persalinan. Secara jangka panjang, menyusui berdampak pada kesehatan mental anak.
“Kalau hanya kasih ASI perah, ibunya tidak dapat keuntungan,” ujarnya.
Pernyataan dokter Tami diperkuat dengan pembahasan American Journal of Clinical Nutrition. Ibu yang menyusui anaknya memiliki keseimbangan hormon lebih baik. Sementara, bayinya dapat dua manfaat sekaligus, yakni kenyang dan nyaman.
Bayi yang disusui secara langsung cenderung lebih aktif pada hari ketiga pasca-persalinan. Tak hanya itu, setelah pemberian ASI langsung selama 4-9 bulan, tingkat kecerdasan mereka juga lebih tinggi.
Dampak ASI Perah
Salah satu dampak baik dari menyusui adalah mengajarkan insting “makan” kepada bayi. Dengan ASI langsung, bayi diberikan pilihan untuk berhenti makan saat merasa kenyang. Sementara itu, pemberian ASI lewat botol cenderung mendorong bayi menghabiskan isinya.
Li R. dkk melakukan analisis tentang dampak pola makan pada 1.250 bayi. Para bayi ini dibedakan menjadi tiga kategori, yakni bayi yang disusui langsung, bayi yang disusui dan diberi ASI botol, serta bayi yang hanya diberikan ASI botol.
Hasilnya, bayi yang diberi susu dalam botol, entah isinya susu formula ataupun ASI perah, punya kemungkinan lebih besar menghabiskan isi botolnya dibandingkan anak-anak yang disusui secara langsung. Peneliti menengarai bayi yang dilatih menggunakan botol sejak dini jadi terbiasa atau terlatih untuk menghabiskan makanannya.
Pada penelitian lain, Li R. juga mengungkapkan bayi yang diberi makan melalui botol berpeluang mengalami obesitas. Rata-rata 71-89 gram lebih banyak dibanding bayi yang disusui langsung.
Praktik pemberian ASI ternyata juga berpengaruh pada pertumbuhan susunan gigi. Bayi yang disusui lebih mungkin terbebas penyakit karies. Karies merupakan kerusakan pada struktur jaringan keras gigi (email, dentin) karena asam yang dihasilkan oleh bakteri pada plak gigi.
ASI Perah Boleh, Tapi Jangan Lewatkan Menyusui Langsungshare infografik
Kemungkinan cross-bite—gigi atas dan gigi bawah tersusun berlawanan dari susunan normal yang tepat—juga lebih rendah pada anak yang diberi ASI dibandingkan anak yang disusui lewat botol.
Terakhir, yang terpenting adalah pemberian asi perah dalam botol dapat mengurangi sistem imunitas pada anak. Mereka secara signifikan memiliki kemungkinan mengalami batuk karena penyimpanan ASI menghilangkan sifat menguntungkan ASI.
ASI yang dibekukan setelah diperah, bisa memecah sel imun dan lipid, meski tidak mempengaruhi protein antimikrobanya. Pendinginan mengurangi konsentrasi asam askorbat dan aktivitas antioksidan. Selain itu, pencairan dengan memanaskan ASI sangat tidak disarankan karena menurunkan secara drastis unsur zat anti-infeksi pada ASI.
Tentu saja urusan menyusui—entah dengan ASI langsung, memerah ASI, maupun susu formula—menjadi keputusan tiap-tiap orangtua untuk anak yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Namun, ketika ada kesempatan, ada baiknya bayi yang secara rutin disusui dengan ASI perah maupun formula juga dibarengi pemberian ASI secara langsung.
Sumber : tirto.id
0 Komentar:
Post a Comment